. 900mdpl (2019)

Hantu-Hantu Seribu Percakapan
(Ghosts of a Thousand Conversations)

Artistic Director | Direktur Artistik:
LIR

Curator | Kurator:  
Mira Asriningtyas

Artists | Seniman: 
Paoletta Holst (BE / NL) | Agung Kurniawan (ID) | Jomped Kuswidananto (ID) | Yudha Sandi (ID) | Arief Budiman (ID) | Lala Bohang (ID) | Rara Sekar (ID) | Mark Salvatus (PH / JP) | Fyerool Darma (SG) | Maryanto (ID) 

Exhibition | Pameran: 
18 - 27 October, 2019 [10.00 – 16.00]

Location | Lokasi:
Scattered sited around Kaliurang* | tersebar di berbagai lokasi di Kaliurang

Artists's Project
(click image for detail)
Museum Seribu Percakapan
(Museum of a Thousand Conversations)


.900mdpl: Hantu-Hantu Seribu Percakapan.
(Ghosts of A Thousand Conversations)
[Kaliurang - Yogyakarta, 2019]


[en]

900mdpl is an extensive site-specific art project in Kaliurang, a village on the southern slope of Merapi—one of the most active volcano in Indonesia. The village was a station hill for Dutch geologists’ to closely monitor the volcanic activity during colonial period. In 1923, it continues to be a popular resort area due to its milder temperature and relish its heyday until the end of the New Order era. Located 7 km away from the crater with average altitude of 900 meters above the sea, around 2800 inhabitants today are living in an immediate vicinity with the active volcano. 

900mdpl is projected to be a biennial platform of a site-specific art project, offering space of possibilities while assisting on preservation and transmission of transgenerational memory. The project’s primary aim is to create an alternative archive of the site by collecting myth, local wisdom, stories, and alternative history of the site through the memory of the people. 900mdpl consists of two parts: first, the residency period resulting in different solo projects by each of the artists; second, the project presentation of all artists at scattered sites around Kaliurang where wider audience will be guided on the exhibition walking route as a spatial practice—turning the site into a space of experience. 

The second edition titled “900mdpl: Hantu-Hantu Seribu Percakapan” (Ghosts of a Thousand Conversations) will be presented in October 18 to 27, 2019. The title refers to the research method using a great many conversations around the village with elder members of the society, focusing on what happened in Kaliurang during the timeline of the bigger historical moments of Indonesia. Ghost is often used to normalize things that yet to be understood, voice unheard, multitude of temporalities that remains as an echo of the past and ghost that haunt the building. 

Time will be transformed into space using the route choice exploring the area where the first major street were built to connect the city of Yogyakarta to Kaliurang in 1923, completed with public transportation plan and leisure facilities at that time. In 1925, some of the firsts bungalows (referred to as ‘ngloji’ by the local inhabitants) are ready to used by the royal family or Dutch leisure seekers. The term ‘ngloji’ refers to area where ‘loji’—big concrete colonial building or offices that are different from Indonesian vernacular buildings take place. 

The walk will start from the site where delegation of Indonesia and Three-State Commission assembled resulting in ‘Notulen Kaliurang’ in January 13, 1948. The walk will be continued along the ‘Ngloji’ area where some of the oldest buildings remain and the artists’ works are presented. The second edition will be presenting projects by Paoletta Holst (BE/NL), Agung Kurniawan (ID), Jomped Kuswidananto (ID), Yudha Sandy (ID), Arief Budiman (ID), Lala Bohang (ID), Rara Sekar (ID), Mark Salvatus (PH/JP), Fyerool Darma (SG), and returnee Maryanto (ID).

Aside from the reader, the afterlife of the previous projects will be presented in a transient community museum and a small center of contemporary art will be made the following year to support the continuous process of archiving the space.


[id]

900mdpl adalah proyek seni site-specific di Kaliurang, sebuah desa yang berjarak 25km dari Yogyakarta di lereng selatan Gunung Merapi. Desa ini dulunya merupakan pangkalan bagi ahli geologi Belanda untuk mengawasi secara dekat aktivitas gunung Merapi selama masa kolonial. Pada tahun 1923, daerah ini mulai menjadi daerah wisata populer karena suhunya yang sejuk dan menikmati masa kejayaan hingga akhir era Orde Baru. Berjarak 7 km dari kawah gunung Merapi dengan ketinggian rata-rata 900 meter di atas permukaan laut, sekitar 2.800 penduduk saat ini hidup berdekatan dengan gunung berapi yang aktif tersebut.

900mdpl diproyeksikan sebagai landasan proyek seni site-specific dua tahunan, menawarkan berbagai ruang-ruang kemungkinan sambil mendukung kelestarian dan persebaran memori lintas generasi.  Tujuan utama proyek ini adalah untuk membuat arsip alternatif dari situs-situs terkait dengan mengumpulkan mitos, kearifan lokal, kisah, dan sejarah alternatif dari tempat tersebut melalui ingatan orang-orang yang hidup di dalamnya. 900mdpl terdiri dari dua bagian: pertama, masa residensi yang nantinya menghasilkan berbagai proyek tunggal yang berbeda bagi tiap-tiap senimannya; kedua, presentasi proyek dari semua seniman di berbagai tempat di sekitar Kaliurang yang membawa pengunjung lebih luas berjalan melewati rute perjalanan pameran sebagai bentuk praktik spasial– mengubah tempat menjadi sebuah ruang pengalaman.

Edisi kedua berjudul “900mdpl: Hantu-Hantu Seribu Percakapan” (Ghosts of a Thousand Conversations) akan dipresentasikan pada 18 27 Oktober 2019. Judul tersebut merujuk pada metode penelitian yang menggunakan percakapan-percakapan dengan para tetua masyarakat di sekitar desa, dengan fokus pada apa yang terjadi di Kaliurang dalam lini masa sejarah Indonesia yang lebih panjang. Hantu selalu digunakan untuk menormalisasi sesuatu yang belum terpahami, suara-suara yang tak terdengar, kumpulan kefanaan yang masih menjadi gema masa lalu dan makhluk halus yang menempati suatu bangunan. Waktu menjelma menjadi ruang dengan menggunakan pilihan rute perjalanan untuk menjelajahi area dimana jalan raya pertama dibuat yang menghubungkan kota Yogyakarta dan Kaliurang di tahun 1923, lengkap dengan rencana fasilitas transportasi publik dan hiburan. Di tahun 1925, setidaknya terdapat 12 bungalo pertama (dikenal dengan nama ‘ngloji’ oleh penduduk sekitar) dan digunakan oleh keluarga kerajaan atau wisatawan Belanda. Istilah ‘ngloji’ digunakan untuk merujuk pada area dibangunnya ‘loji’ – bangunan beton besar atau kantor warisan kolonial yang berbeda dari bangunan Indonesia yang biasa digunakan oleh warga lokal.

Titik mula pameran akan dimulai dari situs delegasi Indonesia dan Komisi Tiga Negara berkumpul dan menghasilkan 'Notulen Kaliurang' pada 13 Januari 1948. Perjalanan akan dilanjutkan di sepanjang daerah 'Ngloji' tempat beberapa bangunan tertua masih berdiri dan karya para seniman ditampilkan.

Edisi kedua akan diselenggarakan oleh LIR dan dikuratori oleh Mira Asriningtyas. Para seniman yang akan mempresentasikan proyek mereka adalah Paoletta Holst (BE / NL), Agung Kurniawan (ID), Jomped Kuswidananto (ID), Yudha Sandi (ID), Arief Budiman (ID), Lala Bohang (ID), Rara Sekar (ID), Mark Salvatus (PH / JP), Fyerool Darma (SG), dan Maryanto (ID) yang kembali bekerja dalam proyek ini.

Selain bacaan, karya akhir dari proyek sebelumnya akan disajikan kembali dalam sebuah museum sementara dan sebuah rintisan pusat seni kontemporer yang akan dibuat pada tahun berikutnya untuk mendukung proses berkelanjutan dalam usaha menciptakan arsip atas ruang.