Residensiku di Kaliurang


**

Hari pertama, 12 September 2017

Aku tiba di Stasiun Tugu jam 4.30 pagi hari. Memesan gojek mobil untuk menuju Kaliurang “Hong”, 30 menit saja sudah sampai dengan biaya 70 ribu sudah dipotong diskon karena memakai GoPay.

Mira menyambut, membukakan pintu. 

Sebelum aku lupa, ada hal yang sebenarnya buruk supir itu pikirkan, yakni “kebiasaan” menanyakan perihal personal pada tamunya. Bagiku itu personal dan privat, dan dia tidak sadar bahwa pertanyaan itu sangat bodoh. Aku bilang ini kebiasaan karena otak mereka selalu sama dalam memikirkan sesuatu hal perihal ruang privasi. Dia menanyakan siapa yang aku kunjungi di Kaliurang, dengan pertanyaan sebelumnya dapat disangkutpautkan dengan “Sering ke Jogja?”; “Masih sekolah atau sudah kerja?”;  “Hafal daerah Kaliurang”;  hingga sampai yang lebih mengarah pada jenis kelamin, “..yang di datangi perempuan?”; aku jawab dia keluarga, sepasang suami istri… disana dia pasti berpikir, “pikiranku salah”. Nah, ini yang aku pikir mengurangi kehebatan dia sebagai manusia. Dia terlalu mau tau kehidupan orang lain sampai menanyakan hal-hal yang seharusnya dia tidak perlu tanyakan.  Karena disana ada ruang privat yang seharusnya dia jaga sebagai pekerja yang professional. Disini dia kalah menurutku, dan mengurangi penilaianku, pada titik itu.

Hong, bercat putih, baru saja dicat karena pemiliknya baru meninggalkan rumah ini lebih dari setahun karena program residensi di Amsterdam. 

Mira membuat air jahe hangat, kopi, menggoreng kentang, dan memasak yogurt (keperluan cafenya di LIR).

Dito kemudian terbangun, bergabung sambil membicarakan hal seputar senirupa dan kehidupan sehari-hari di Kaliurang.

Aku keluar halaman rumah dan banyak memotret apapun yang menarik hati. Gundukan pasir, kamar, barisan semut yang panjang, 

Kini jam 9. Suara ayam, angin yang menerpa hiasan gantung yang dapat menimbulkan bebunyian, dan sesekali suara manusia lain bicara. 

Pada siang hari aku dan Mira menyusuri trayek pameran nanti dan melihat siapa menempati titik mana, kami ke Pos Pengamatan Gunung Merapi, aku naik pada bangunan yang cukup tinggi, dibangun permanen dengan tangga besi.
Kemudian aku membeli air kelapa muda, mampir ke rumah oomnya Mira seorang pemilik toko barang antik. Lalu juga mampir rumah Pak Kris; anaknya Aldrin, bintang film; pemilik Vogel, usaha restoran dan jasa naik gunung.

Kita kembali lagi malam hari ke Vogel untuk bicara lebih panjang dengan Pak Kris, kita bertemu dengan dua orang wisatawan dari Prancis yang akan mendaki pagi harinya. Biayanya per satu orang untuk mereka adalah 320rb/orang, sedangkan untuk orang lokal 250rb, termasuk makan pagi, makan siang, jasa guide.


Hari kedua 13/9 Kaliurang

Aku bermimpi aneh tapi aku lupa pagi ini saat akan kutulis. Didepan rumah 7.30 ibu-ibu ramai sekali menyapu dan mengarit, kerja bakti. Aku sudah mandi membuat wedang jahe. Satu batang rokok menemaniku. 

Aku pikir ini romantis sekali, pekerjaan menulis gambaran apa yang aku lihat. Tidak mengenal tempat, ini sesuatu kerja merekam juga.

Dalam suasana yang kompak ibu-ibu tersebut, mayoritas limapuluh tahun keatas usianya. Yang lebih mudah menggendong anak. Aku duduk dari ruang kerja menghadap mereka menulis. Aku membayangkan ini sebuah adegan dalam film, tiba-tiba pasukan berkuda lewat. Atau penjual bendera yang banyak sekali lewat, seperti arak-arakan. Urakan.

Mengenal seseorang yang bekerja dan tinggal disana. Kau bisa tau apa yang mereka kerjakan dalam 24 jam itu. Seseorang.

Jam 8 pagi bersama Tiara naik Bukit Plawangan, jam 9 tepat kita baru bisa naik, lalu membuat foto untuk Indomie, masak dan makan di atas bukit. Lalu ke Goa Jepang bertemu Pak Dasri, dan sampai bawah kembali jam 2 siang. Kami makan siang di Pecel Bu Parmi di dalam pasar.


Hari ketiga 14/9 Kaliurang

Hari ini bangun tidak sepagi biasanya, karena terlalu nyenyak letih sebab naik bukit kemaren.

Mulai keliling Kaliurang jam 11 siang, ketempat jalur hari pertama. Mengunjungi Pos Pengamatan Gunung Merapi. Ngobrol dengan Pak … (aku masih lupa namanya). Lebih banyak berdiskusi dengan beliau, membaca data-data di poster di dalam ruang kerja mereka. Lalu berkeliling menuju Joglo, dan kemudian beli kelapa muda, dan makan siang di Vogel. Setelah makan aku memesan kopi, ke Aldrin, anak pertama Pak Kris. Aku juga membaca hasil kliping Pak Kris yang ternyata dulunya dia seorang pelaut. Berhenti dan menikah dengan gadis dari Kaliurang, dan menetap sambil mengolah usaha baru yang dia “ciptakan”: wisata Gunung Merapi. Dia adalah pioneer dibidang itu dan itu yang membuatnya banyak memiliki prestasi dalam bidang pariwisata. 

Lalu aku dan Tiara melanjutkan ke Museum Ulen Sentalu dan Warung Ijo. Banyak mengambil foto penginapan. 

Sore menjelang malam aku ngobrol dengan Mira tentang rencana karya. Hingga muncul fragmen-fragmen yang aku lihat dari kejadian nyata di kampung ini. Interaksi dengan warganya, hingga bagaimana warga sini membuat usaha yang seragam, penginapan/losmen/hotel/vila di rumah atau sengaja membangun bangunan baru khusus sebagai tempat usaha.

Keseragaman yang justru membuat semakin tidak ada kompetisi.


Hari keempat 15/9 Kaliurang

Pagi ini setelah usai memposting pekerjaan rumah lainnya sebagai buzzer Indomie, aku mengitari Kaliurang sendiri untuk banyak jalan kaki dan menghirup udara segarnya. Membuat wedang jahe dan membersihkan piring kotor semalam. 

Pagi ini mengunjungi Mbak Yanti untuk mencari informasi mengenai PAUL <> PAUD, kemungkinan dapat menjadi sumber yang menarik untuk pemantik karya.

Mengenang sesuatu akibat mata ini menoleh lama pada sebuah aktifitas, aku pikir dia sangat sederhana; milik seseorang untuk kemudian dilakukan oleh mereka. Kecintaan pada gerak, kekompakan, irama, ketahanan, dinamisnya. Miliki itu semua sehinga kemudian dia mencobanya melatih pada tubuh-tubuh itu. Ada memang perbedaan saat orang menjadi sangat serius dan mencintai lebih pada aktifitas itu. Kemudian mereka menjadi terpacu untuk lebih dapat menguasainya, ada kompetisi, ada pencapaian, ada kepercayaan, …

Pada hal-hal demikian setiap orang miliki. Dan kemudian…. 

Juga pada seorang anak kecil yang menarik sepedanya hingga satu roda saja dia dapat berjalan seimbang. Anak ini dengan senang telah berhasil menjaga keseimbangannya dan tetap dapat meluncur, kemudian anak yang lain mengikutinya. Kejadian ini terjadi disebuah lapangan tenis tua yang sudah lama tidak pernah digunakan. Dua anak sekolah dasar, sore hari, waktu bermain, 


"Ibu aku sudah cape, aku pingin turu wae, karo nggawe wedang jahe."
Dia nyanyi sambil megang mic.
Dia lihat anak-anak nari di depan toko.
Dia memetik buah penurun tekanan darah tinggi.

Aku merasa menulis sudah tidak mempan.
Dalam hal melihat kehidupan yang sedang terjadi adalah sumber setengahnya,
Lalu kamu membentuknya setengah.
Bagaimana dengan penampilan yang kau desain seperti sebuah komersial tontonan itu?

Aku rasa ada dalam tubuh itu setengah-setengah sedang terjadi.
Kau mengisinya. Kau mengisinya. Kau membentuknya.
Tapi kau sedang mengingat sesuatu yang dekat akan sesuatu hal karena dia sedang yang paling kau ingat akan sesuatu.

Dari cerita tadi, ada satu yang aku ingat adalah saat dia terjatuh dan bilang “nduk aku tibo!... sik yoo..buk koe turu wae sik ning kono!” 

Atau saat semua sudah disiapkan ada didepan tv, minuman, penganan, tapi dia tiba-tiba jalan keluar rumah… tetangga ada yang mengetahui lewat depan rumah dan bilang bahwa dia melihat ibu sedang jalan sendiri…. 

Juga kesukaan dia dengan menyanyi sehingga dia hafal. Hafalan adalah sesuatu hal juga.


::

Hari ke-lima 16/9 Baciro

Aku turun ke Jogja setelah bertemu dengan Mba Yanti di rumahnya.

Diterima di teras rumah pembicaraan kita aku rekam dengan alat perekam. Gambaran tentang Kelas Lansia jadi lebih jelas. Ini sebuah program pemerintah untuk mengadakan kelas seperti ini, mendorong para Lansia agar hidup lebih berwarna kembali setelah usia menggerus mereka. Acara seminggu sekali di hari Senin sore selama dua jam. Sudah berjalan selama? Waktu yang ingin ketahui, karena juga berlangsung di banyak desa. 

Latar belakang ini cukup menjadi dasarnya. Kemudian aku dapat menemukan yang bukan pada permukaannya saja, dengan setiap saat mengenali dan menggali apa potensi yang ada, lingkungan, kecermatan mengetahui yang akan menjadi pengalaman baru olehku dan mereka juga. 

Membuat kelas baru adalah usulanku setelah berbincang dengan Mba Yanti. Karena kesibukan mengurus PAUD, empat kali seminggu, sedangkan PAUL, akhirnya hanya bisa dilakukan satu kali seminggu. Maka kemungkinan membuat alternatif kelas untuk mereka para lansia lebih dari satu kali dalam seminggu adalah pertimbangannya.

Menyusun program baru untuk mereka, yang dapat dilakukan perseorangan atau kelompok. Dilakukan selain kelas PAUL. Esok harinya dan hari kemudian, dengan menyesuaikan jadwal mereka sendiri. 

Membuat video/film adalah bagian dari akhir, setelah pencarian bentuknya dilakukan justru pada rencana, apa yang akan direkam? 

------

Kejadian tahun 2006 kemudian 2010 adalah dua terdekat sejak hari ini. Dampak dari dua kali kejadian besar yang ditimbulkan oleh Merapi sangat besar sekali merubah struktur kehidupan masyarakat di lereng/kaki Merapi. Kehidupan sehari-hari kemudian berubah seiring alam yang memberi kontribusi besarnya. 

Pak Hari dengan kebun bunganya mendadak berhenti total karena kebun tersebut tersapu debu volcanic. Pekerjaan rutinnya terhenti seketika dan pelan-pelan mulai merangkak kembali, dan tentunya tidak akan dapat seperti semula. Kejadian besar berikutnya 2010 juga demikian besar berdampak pada masyarakatnya. Potensi besar manusia sebagai makhluk sosialpun terbukti dengan munculnya “Tim 9”, yang dengan strategi penuh dapat membangkitkan roda kehidupan kembali di Kaliurang, tentunya juga pada masyarakat di sekitarnya.

“Ingatan terakhir yang akan cepat terhapus”, “Menuju Ingatan Terakhir”

Seperti berjalan bersama sambil menari-nari mengangkat tangan karena menghalau asap atau menjelaskan pandangan dari asap.

Berjalan agak cepat kemudian menjadi lambat, cepat dan lambat. 

Membuat foto-foto orang yang aku temui dan menjadi bagian dari proyek ini?

*

Kemaren setelah bertemu dengan Mbak Yanti, ada pembicaraan yang menarik terjadi dengan Pak Hari, kakaknya. Dia adalah seorang petani bunga Anturium. Usahanya di Kaliurang sejak tahun 2000. Dan tentu mengalami proses yang naik dan turun, 2006 dan 2010 tentulah punya imbas yang besar terhadap pertaniannya.

Aku tidak menyangka akan bertemu beliau. Dan bicara panjang tentang Antorium, mengetahui bagaimana dia memulai usahanya, dan bagaimana menjalani proses itu. Aku juga sempat membayangkan jika terlibat untuk mendorong usahanya kini. Menyuntik dana, dan mengembalikan kejayaannya sebagai petani dan penjual bunga.

Ada pertanyaan yang aku simpan dan punya prosesnya untuk ditanyakan bukan di awal pembicaraan. Tapi di tengah atau di akhir. Urutan bertanya. Juga ada yang tidak berani ditanyakan. Kau simpan dia dalam ruang sunyi kau tidak akan keluarkan dulu saat ini. Jenis-jenis pertanyaan2 itu juga akan mendapat jawaban yang sulit. 

*

keberadaan kamera yang membuat manusia menjadi berbeda. Terutama jika kamera sudah merekam manusia dan mempresentasikannya. Apa guna dia direkam dan presentasikan? Terjawab karena fungsi pertamanya. Kemudian ada yang berikutnya karena kecerdasaan manusia berkembang untuk mencari guna lainnya sebuah medium itu.

Apa guna fungsi utamanya? 


Hari ke-enam 17/9 Kaliurang

Pagi ini aku melanjutkan menyerut kayu untuk dibuat tongkat dan membuat alas dari karung semen untuk berjualan. Jam sembilan pagi aku, Mira, dan Dito meluncur ke Goa Jepang tapi sepi; akhirnya kita menuju Pasar Tlogo Putri, pintu masuk untuk ke Plawangan, disana lebih ramai dan akhirnya aku menggelar dagangan tongkat itu disana.

Muncul ide ini saat aku naik ke Plawangan dan begitu asiknya naik atau turun dengan tongkat, memudahkan. Kemudian muncul untuk berjualan di sekitar objek wisata Kaliurang. Dengan memanfaatkan kayu dari sekitar sini yang tentu mudah untuk mendapatkannya.

Titik pertama sepi karena jauh dari gerbang masuk menuju bukit, setelah tiga puluh menit aku pindahkan dekat dengan gerbang masuk. Mulailah orang banyak yang melihat. Beberapa orang ada yang menanyakan itu apa, untuk apa. Memang tidak banyak yang memerlukan tongkat ini, atau bahkan bingung apakah perlu memakai tongkat untuk naik ke atas bukit.

Menunggu dan mendapatkan respon adalah hal yang menarik. Ada yang aku dapatkan dan itu adalah penantian, membuat lebih sempurna apa yang sedang aku lakukan. Merapikan tempat berjualan, mengamati manusia lain, berinteraksi langsung dengan pengunjung, menjelaskan apa yang sedang aku lakukan, hal tersebut begitu berharga.


Hari ke-tujuh 18/9 Kaliurang

Pagi ini adalah mencuci baju, minum jahe, dan lari juga jalan santai menuju bukit di Kaliurang.
Kemudian menyiapkan diri untuk pergi ke PAUD, bersama Mira dan Wid. Disana bertemu dengan Mbak Yanti, lalu bicara panjang pada Bu Ani. Yang dituakan di Kaliurang. Bekas kepala sekolah dan kini bekerja mengelola PAUD dan PKK.

Siang hari aku datang ke acara lansia mingguan, sebuah kelas yang dihadiri hampir 30 orang lansia. Acaranya adalah senam, berdoa bersama, membaca Pancasila, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Kaliurang, dan lagu-lagu pilihan mereka diiringi oleh elekton, orgen tunggal. Selama hampir dua jam, dilanjutkan dengan makan bersama dari bekal yang mereka sudah bawa sendiri.

Menjadi tua dan menghiasi hari-hari mereka setiap hari adalah sebuah kewajiban yang akan terus terjadi. Mereka bahagia sekali berada dalam kelas dan beraktifitas bersama. Jadi membuat awet muda.

Malam ini kami menonton That Sugar Film. Percobaan yang menyenangkan bahwa bagaimana jika manusia dapat menjaga kadar gula dalam tubuh, karena semua yang dikonsumsi manusia tidak bisa lepas dari industry makanan yang ada disekitarnya, dan disitu juga tumbuh besar sekali industry gula didalamnya. Sebuah pengalaman ekstrem manusia untuk dapat menjaga hidupnya dari menjauhi “gula jahat” dalam makanan sehari-hari, makanan olahan, makanan dalam kemasan, yang kita tidak ketahui dan acuh bagaimana makanan yang mengandung gula itu diolah dan kita dikepung oleh mereka semua.

Bahkan dalam kehidupan yang luas lagi memang diperlukan sebuah eksperimen besar yang dampaknya memang juga besar dalam kehidupan berikutnya. Masuk dalam kehidupan baru akan dapat mengubah pandangan dan menjalaninya juga dengan kebaruan. Seperti yang aku tanamkan dalam pikiran bahwa aku selalu berpikir tiada waktu untuk selalu berpikiran untuk belajar banyak hal baru.


Hari ke-delapan 19/9 Kaliurang

Pagi tadi aku beres-beres piring kotor, file video, membuat jahe, jalan pagi dan lari kecil, membeli sarapan pecel dan goreng bacem. Bertemu dengan pemetik bunga kantil dalam perjalanan pagi naik bukit, sempat berjalan dan lari kecil. Apa yang kau dapatkan dari kebiasaanmu ini yang hampir setiap hari kau lakukan, ada mengendapkan pikiran dengan lebih tenang dengan tidak bereaksi dan menunggu dan meminta untuk…tapi diri sendiri yang lebih utama. 

Kau melihat selalu bunga yang ada di pinggir jalan, jenis bunga yang waktu masa kecilku aku sering sekali melihatnya. Bunga-bunga yang tumbuh pada lahan yang luas, juga jenis tanaman yang popular kala itu, dan kini masih terus ada karena daerah ini tidak banyak berubah sejak itu. Padahal ada sering sekali bencana yang datang di daerah ini. Tapi tidak merubah tanamannya secara signifikan. 

Dan penginapan-penginapan yang selalu aku lewati dan ketika siang naik maka para pekerjanya akan tampak keluar menyapu atau sekedar jongkok. Lalu juga banyaknya juga penginapan baru yang sedang dibangun, maka pekerjannya asik duduk sambil menatap hp. Sejak adanya isu pengambilan tanah oleh pihak kerajaan kepada masyarakat yang titiknya berubah fungsi, maka ada juga warga “lama” yang membangun gantinya, baik itu penginapan atau restoran. Maka akan banyak puing-puing dan gaya bangunan baru. Pada akhirnya gaya Kaliurang akan berubah seiring banyaknya bangunan baru yang sedang dibangun.

Pada jam sepuluh pagi aku pergi ke Pos Pengamatan Gunung Merapi, mengambil gambar CCTV yang bekerja pada titik yang tersebar mengarah memantau Gunung Merapi. Juga alat dimana jarum tinta membuat grafik aktifitas gunung.

Aku perlu membuat tongkat lagi untuk aku bagikan kepada para lansia saat Kamis nanti waktu jalan santai sore hari menuju taman. Tongkat itu akan berguna. Aku akan mengambil kayu saat perjalanan naik dari Yogya ke Kaliurang esok hari.

Waktu aku melihat dan mendengarkan si mbah-mbah berkumpul dan bernyanyi, aku diingatkan bagaimana menjadi mereka suatu hari nanti. Apakah memang aku juga akan berkumpul dengan sesama lansia dan bersuka cita dengan cara seperti itu, bernyanyi bersama dan berjoget. Aku juga teringat oleh ibuku di Tangerang. Apakabar beliau saat ini?


Hari ke-sembilan 20/9 Baciro

Kemaren siang aku, D dan M turun ke Yogya untuk hadir di pembukaan Festival Arsip di UGM. Melihat kembali sebuah pameran yang berisi. Walau skalanya kecil tapi ini punya produksi yang penting, terutama untuk Lab Laba Laba. Kita jarang punya kesempatan untuk berpameran. 

Bertemu Rambo juga dan bicara panjang lebar tentang pandangannya terhadap karya dan lingkungan di Jkt tempat kita berasal. Kritiknya terhadap diri sendiri jadi catatan pentingku untuk mengetahui dia. Kesempatan seperti ini sangat jarang terjadi di Jakarta. Karena memang kesempatan bicara seperti itu tidak jadi kebiasaan di Jkt. Semua punya tembok dan butuh pemanasan dulu untuk itu. Tapi proses mencari perlu terjadi dan selalu akan terjadi bagi jiwa-jiwa lapar akan pertanyaan yang muncul dari diri.

Membuat tambahan emoticon tentang Kaliurang. // kenapa orang yogya tidak banyak yang ingin atau tau mengenai Kaliurang sebagai tempat untuk lari sementara?

Kau mencari bentuk kembali. Setelah pagi ini kau melihat cara orang berkomunikasi, tentu dengan simbol dan cara-cara orang berinteraksi. Makanan, aktifitas warga, lingkungan sekitar, simbol, …

Aku pikir juga dengan memaksimalkan kerja asisten. Aku perlu memberi lebih pada kerja mereka sebagai bagian yang penting. Membagi peran. Seperti dalam kelompok yang lebih jelas. Sudah bukan saatnya merancang dengan kasar. Tapi mencoba langsung berpartisipasi:::::
Mengatur jalannya kerja ini.

::

Siang jam 11 setelah bertemu Tiara – Fitro di JNM juga Mira dan Dito. Aku dan Tiara naik ke Kaliurang. Belanja rokok di toko tembakau yang lengkap di dekat tugu. Lalu beli kue untuk acara lansia esok hari, dua kotak bika ambon. Makan siang di Bu Bagyo, lotek dan gado-gadonya lezat. Di perjalanan sempat beli kelapa muda, terlebih karena aku ngantuk sekali dibonceng oleh Tiara.

Jam 1 siang sampai, istirahat baca tulis. Jam 3 kami turun untuk mengambil kayu sengon untuk dijadikan Tomer. Sore hari kami menyerut kayu sengon hingga magrib. Malam setelah jam makan, lanjut lagi baca tulis dan nonton. Sampai jam 23.00 aku pergi tidur.



Hari ke-sepuluh 21/9 Kaliurang

Hari ini libur nasional, tahun baru Jawa. 

Otak selalu memerintahkan agar kita mengambil sesuatu lagi. Contohnya saat otak kita setuju bahwa hal yang manis setelah diolah oleh otak mendapatkan persetujuan untuk kita lahap lagi.
Mengontrol diri sendiri adalah hal yang sulit sekali. Ada reflek yang dibuat oleh sensor otak yang bilang ambil, lakukan, kerjakan, karena sensor itu adalah upaya selanjutnya dari apa yang otak dapatkan. Menjaga diri adalah kata lainnya. Selalu memblok apa yang otak langsung olah sebagai hal reaktif cepat. Manis adalah rasa yang sensasinya dapat menimbulkan upaya berkelanjutan. Hubungannya selalu…

“terjebak pada rasa berulang-ulang”

Apakah yang berulang itu berbahaya? Aku tidak mengatakan ini tidak baik, tapi aku lebih senang jika sadar pada kemungkinan bahwa kita tau tentang keberulangan yang mendominasi itu kurang baik. Tanda-tanda itu bisa sudah terasa, karena kita sendiri pernah dalam suatu keadaan di dalamnya. Kita sudah pernah melakukan sebelumnya. Kita pernah dalam kondisi yang kita anggap ideal, dan tentu tidak selamanya kita punya kondisi seperti ini. Kita pernah dalam kondisi itu karena kita punya usahanya. 

Aku sedang mengingat yang bagaimana pada sebuah sensasi itu dapat aku katakan “berhasil”. Banyak elemen yang kau buat adalah sebuah pencapaian hasil eksplorasi, kedekatan, kejujuran, romatisme, dejavu, memori.

Aku tentu tidak akan mengatakan bahwa ada sensasi pada ….


Hari kesebelas, 22/9 Kaliurang

Mengambil kayu lagi, menyerut, merekam daerah kampung lampion.

Merasa hidup ketika banyak sekali yang dapat dikerjakan, sekaligus beristirahat, dalam sendiri, membaca dan menulis, begitu seterusnya setiap hari, setiap jam, begitu bergerak dengan dinamis, aku punya asisten yang siap mengantarkanku kemana saja di sekitar Kaliurang, namanya Tiara. 

Dan ini yang terpenting, aku tidak takut jelek, tidak takut dinilai a b c dan seterusnya. Aku terlalu senang melontarkan ide-ide, dan kemudian dapat ditangkap dengan sudut pandang yang bermacam-macam. Juga saat melakukan hal yang bukan baru, tapi jujur aku baru melakukan aktifitas itu. Kesempatan itu telah datang kepadaku, aku berbicara, aku berpikir, dan melihat juga. Kegiatan yang aku lakukan baru. Dilingkungan yang aku ketahui, sehingga kekayaan akan tempat ini begitu jelas. Aku dan kamu bisa melakukannya di kota kita sekalipun, itulah kenapa aku selalu berbohong kepada diriku sendiri, seolah-olah aku adalah tamu yang hanya beberapa hari saja di kota kita.

Sederhananya adalah ketika aku mau melakukan apa yang aku atau kamu inginkan saja, sesederhana ingin jalan kaki ke warung seratus meter saja. Aku tau ketika yang begitu saja aku sudah dapat nikmati. Kamu tidak takut sama sekali akan apa yang sedang kita kerjakan ini adalah sesuatu yang sudah usang atau bernilai, yak karena apapun yang sedang kamu kerjakan tentu sangat bernilai.

Seperti membuat buku tentang “merekam taman bermain yang usang”, menulis “bagaimana membuat foto dari bekas lapangan tenis”.

“Sejarah Berdarah Lapangan Tennis”, “Game Terakhir”, 


Hari keduabelas 23/9 Kaliurang

Bangun jam empat pagi dan bersiap-siap ke Vogel untuk naik ke Merapi. Sarapan roti dan telur, sudah ada dua orang turis dari London yang juga akan naik. Aku menulisnya di jurnal setelah aku sampai vogel kembali jam sebelas siang kemudian makan siang bersama. Perjalanan kurang lebih sebelas kilometer sudah terjadi, puas sekali mengalami ini. 

Kita berjalan cukup cepat, karena target harus melihat sunrise di lokasi tertentu. Sebenarnya akan lebih enak jika kita berjalan tidak terlalu cepat dan dapat menikmati perjalanan, menikmati apa yang kita lewati, sambil berhenti sebentar untuk menikmati pemandangannya. Tapi lain kali jika tidak dalam sebuah grup kita bisa melakukannya lebih santai.

Aku baru pertama kali melihat dusun tempat tinggal Almarhum Mbah Maridjan, kini sudah menjadi museum. Di depannya keluarga beliau membuka warung makan dan cinderamata. Kisah bencana besar tahun 2010 dapat kit abaca dan lihat dari foto-foto, teks, dan banyak peninggalan yang tetap dibiarkan berada disana, seperti gamelan, perabotan dapur, mobil yang hancur, peralatan rumah tangga.

Oiya sesampainya di Vogel, menu makan siang kita benar-benar “besar”, seperti apa yang dikatakan Pak Chris saat pagi hari sebelum berangkat. Ada buah potong lima jenis, roti isi keju dan telur, dan nasi goreng, semuanya dalam ukuran jumbo. Kita tidak mampu menghabiskan. Satu porsinya bisa untuk makan empat orang bersama-sama. Aku memesan kopi, lalu pulang ke Hong.

Sore ini bertemu dengan Banon dan seorang kawannya. Aku pikir panjang daftar impian dan  apa yang seharusnya dilakukan oleh kita semua. Dan akhirnya kita akan memilih lagi apa dan bagaimana kita mengisi isian selanjutnya yang tentu berhubungan dengan focus kita hari ini. Oh aku juga kadang terlalu jauh ngelantur seperti biasanya…. Masuk dalam pusaran pembicaraan yang tanpa ujung kemudian menerawang tanpa batas lagi, tapi ini yang dinamakan diskusi akhirnya… pertemuan yang beragam dan membawa pikiran masing-masing pasti akan sedikit banyak merubah pikiran masing-masing.


Hari ketigabelas 24/9

Hari ini coba merekam apa saja yang popular di masyarakat Kaliurang. Makanan, tempat makan, wisata, tokoh, aktifitas warga.

Kerja membuat Tomer masih aku lanjutkan pagi ini. Jam sembilan aku akan mulai berjualan lagi di tempat Wisata Telogo Putri. Kali ini coba untuk meminjamkan pada orang-orang yang akan mendaki, tidak ada biaya sewa. Mereka harus mengembalikannya, namun jika tertarik memilikinya bisa membeli pada akhirnya. 

Tentang kegiatan berjalan kaki jauh terutama ke alam luas sangat berdampak damai di pikiranku. Perlengkapan yang mendukung juga sangat baik membantu jalannya aktifitas tanpa kendala. Kesiapan tubuh yang fit, sehingga tidak mudah lelah. Dan tidak terburu-buru saat mendaki, karena lebih ingin menikmati perjalanan.

Dominasi pikiran 
Tentu tentang keluarga/anak
Tentang karya yang sedang kamu akan buat
Tentang kegiatan politik, social yang terjadi di masyarakat…


Jadilah bagian dari orang-orang yang memprotes/berdemo menentang berlawanan dengan hati nuranimu, bagaimana mereka dapat mengolahnya sehingga tunduk pada kegiatan itu. Akupun masih berpikir istilah kegiatan itu salah.

Hanya dengan mulai memikirkan apa itu sebab akibat diatas aku langsung tergerak, pikiranku mulai aktif mencoba memetakan sesuatu itu. Kemudian mulai banyak rencana, dan bayangan akan sesuatu hal yang dapat dikerjakan.

Mencari tau bahan apa yang bisa diolah kemudian akan menjadi seru. Lalu mulai mencari berita tentang itu, melakukan riset siapa dan bagaimana mereka menjalankannya, tentu semakin luas sebenarnya dapat juga punya arti yang berbeda-beda, bagaimana mereka mengartikan “pekerjaan” itu, jadi akhirnya mencari kelompok kecillah yang dapat justru meruncingkan riset secara personal. Bukan menerka-nerkanya. 

Terutama membuat gambaran “umbul” yang selalu menyenangkanku. Melihat gambar kecil berwarna dalam kotak-kotak lembaran itu jadi adiksi bagiku. (sekian)


Hari keempatbelas 25/9 Kaliurang

…..



31/10

Aku tiba kembali ke Kaliurang pagi hari disambut oleh kecelakaan mobil di daerah Sleman. Seperti sedang melihat ig @tmcpoldametrojaya yang salah satu keseruannya adalah melihat foto-foto kecelakaan kendaraan di Jakarta. Setiap akhir pekan akan banyak sekali kecelakaan yang terjadi. Kini aku melihat yang segar di depan mata. Mobil putih berplat F. Asal mobil dari Bogor yang kecelakaan di Sleman. Bogor – Sleman tidak PP.

Jam 6 aku tiba tapi tidak langsung ingin masuk rumah Hong. Kupikir aku akan mengganggu orang-orang yang tidur. Bisa jadi mereka tidur larut malam, dan butuh waktu tidur yang panjang. Mendekati hari pembukaan tentu mereka sangat lelah dan banyak pekerjaan yang mendesak. Aku menyalakan rokok dan duduk di teras, tidak lama kemudian aku lapar dan mulai berjalan menuju taman, di sana ada warung pecel.

Sampai sana warung belum buka. Aku menuju warung Bude Han, ini kesempatan akan kugunakan untuk bertanya juga mengenai jam sekolah di SD, karena aku punya rencana untuk berjualan gambar umbul di depan SD saat mereka masuk dan pulang sekolah. Warungnya ada di samping sekolah SD 1 Kaliurang. Menjual berbagai makanan ringan, yang hangat hanya gorengan dan bakso.

Saat itu Bude Han sedang membuat bakso bulet-bulet kecil. Gorengan masih hangat, aku ambil tempe dan cabe rawit. Lalu Mira menyapa dengan WA, bertanya dimana aku. Dia iri saat aku bilang sedang makan tempe di warung Bude Han. Aku membelikan tempe dan bakwan untuk sarapan pagi di Hong. Setelah ngobrol dengan Bude Han aku pamit, dan memotret depan SD untuk melihat kondisi dan membayangkan tempat dimana aku nanti berjualan. 

Siang hari saatnya merapikan display di Wijaya 3 tempat “Anjelir” aku presentasikan.



1/11 Kaliurang

Hari ini 900mdpl resmi dibuka untuk warga pengunjung. 

Pagi harinya aku harus membuka laptop untuk menonton film-film pendek yang dikirim oleh UMN, sebagai tugas menjadi juri. Belum selesai semuanya, aku harus lari menuju Joyo. Pembukaan jam sepuluh pagi akan berlangsung.

Aku mencoba menuliskanya tapi pendek saja, lelah, dan memang sangat padat sekali kegiatan hari ini. Aku pikir semua senang dan puas. Aku juga senang dengan acara pembukaannya, setiap seniman menceritakan tentang karya mereka, juga penjelasan dari Mira. Banyak warga yang datang berpakaian rapi sekali. Anak mudanya tidak tampak, hanya pini sepuhnya saja. Tak ketinggalan makanan yang lezat, tumpeng munjung dengan atribut lauk pauknya, telur, tempe, ayam, urap. Jajan pasar tidak lupa, klepon, kue lapis, martabak. Teh panas manis selalu terisi.


2/11 Kaliurang

Pagi ini aku datang ke SD 1 Kaliurang untuk menjajakan gambar umbul. Harga perlembarnya adalah dua ribu rupiah. Pagi hari jam tujuh ternyata waktu yang kurang tepat. Mereka serba terburu-buru untuk dapat masuk kelas. Aku kembali lagi jam sepuluh jalan menuju SD, karena pada pukul sebelas adalah jadwal sebagian dari mereka pulang (kelas satu sampai empat). 

Saat mulai duduk dan merapikan materi yang kujual, seorang pedagang cincau motor datang. Dia langsung menghampiriku setelah motornya diparkir dan itu adalah posisi dia nanti saat berjualan, menyapa dengan ramah, lalu menyalamiku. Bertanya bagaimana hasil penjualan hari ini, sambil melihat apa yang aku jual. Tentu dia akan sedikit bingung dengan sesuatu yang aku jual. Tidak biasanya seorang pedagang mainan menjual jenis gambaran saat ini. AKu seolah-olah adalah pedagang biasanya yang sering ia jumpai di tempat-tempatnya bekerja menjajakan dagangannya. Dia memberikan berita tentang acara-acara yang akan terjadi pecan depan. Dia juga menceritakan bagaimana keuntungannya ikut dalam arisan pedagang, menjadi bagian dari keluarga besar pedagang keliling. Dia menyarankanku untuk masuk dalam kelompok itu. Selain jadi kenal dan dimudahkan kalau terjadi masalah saat berdagang, menang saat arisan sebesar tiga juta adalah kejutannya. 

Iuran sebulannya sebesar seratus ribu rupiah, beranggotakan tiga puluh orang pedagang.

Sambil menunggu anak-anak pulang sekolah, aku banyak bertanya tentang pengalamannya selama ini sebagai pedagang.

Tepat pukul jam sebelas anak-anak mulai mendatangi. Hanya perlu menjelaskan cara bermain, mereka langsung membeli. Menurut mereka harga dua ribu tidak mahal. Terlebih aku menjual dua lembar dengan harga tiga ribu rupiah. Jadilah banyak yang memborong gambaran itu. 

Selama satu jam tidak berhenti aku bicara terus dengan anak-anak itu, menjelaskan berulang kali bagaimana bermain gambar umbul dan bertransaksi. Hingga aku lupa untuk minum. Aku juga memberikan jasa potong ditempat dengan gunting. 

Ada juga anak yang pulang kerumah dulu lalu kembali lagi menemuiku untuk membeli setelah dia ganti pakaian. Ada yang bersepeda dan berjalan kaki.

Seorang anak ada yang membeli empat lembar, dan terus bersamaku hingga aku tutup karena dia tak kunjung dijemput oleh orang tuanya dengan motor. Setelah kutanya memang rumahnya agak jauh jaraknya. Dia jadi teman ngobrol tapi juga terus ingin membeli dengan harga murah sekali. 

Sempat seorang guru agama mendatangiku, dua anak yang ada di depanku berbisik bahwa bu guru agama itu memperhatikan mereka. Saat dia datang aku seperti punya perasaan takut, entah kenapa aku jadi punya ketakutan dia akan mengusirku dan tidak boleh berjualan di depan sekolah. Aku merasa dia seperti Satpol PP, dan aku lupa bahwa ini adalah sebuah proyek 900mdpl dan aku sedang melakukan “intervensi”. Aku mulai berdiri dan memberikan contoh gambar umbul kepada beliau.

Tiara datang menyusul dan menemaniku sambil mendokumentasikan dengan foto dan video, sepertinya akan banyak momen yang diabadikan olehnya. Sebelumnya aku cukup menggunakan kamera iphone untuk mendokumentasikannya.


3/11

Jam sepuluh pagi ini aku menuju SD 2 Kaliurang bersama Mira dan Edita yang sekaligus akan membuka toko tanamannya. Aku sampai dan menentukan lokasi berjualan. SD ini punya dua pintu gerbang keluar belakang dan depan, sehingga pastinya akan terbagi dua jumlah anak-anak murid yang keluar untuk pulang.

Aku sengaja memilih pintu depan. Mulai menggelar karpet warna kuning yang mencolok, lalu menata gambaran di atasnya. Pak Satpam SD adalah orang pertama yang mendatangiku. Dia senang sekali melihat isi gambar yang ada, makanan, tokoh masyarakat yang dia kenal, tempat wisata. “Panjenengan trampil” katanya. Begitu juga seorang pedagang bakso yang datang pertama setelah aku, dia juga bilang “asik ini bro!”, “ayo ayo dilarisin!” berujar ke ibu-ibu yang akan menjemput anak-anaknya pulang. Dan benar saja, ibu-ibu itulah yang jadi pembeli setengahnya hari ini. Total yang aku dapatkan hampir delapan puluh ribu rupiah, hanya berbeda sepuluh ribuan dari pendapatan hari kemaren.

Ibu-ibu yang mengerubungiku memberi banyak masukan tentang beberapa tempat, jenis makanan, restoran, hotel, yang belum ada dalam. Saya katakan semoga akan ada yang edisi berikutnya. Belum pasti tapi sebenarnya sangat menarik untuk diteruskan.

Di kaliurang hanya ada dua SD ini saja. Jika aku ingin menjual ke SD lainnya di hari berikutnya aku harus turun ke arah Pakem.


4/11

Jam sepuluh pagi ini aku kembali lagi berjualan di SD 1 Kaliurang. Tidak banyak yang membeli untuk kali ini, karena banyak dari mereka sudah membeli di hari pertama aku datang. Tapi kali ini ada beberapa anak kelas enam yang membeli. Maklum saja saat itu aku sudah pulang saat mereka pulang sekolah. Anak-anak kelas dua dan tiga banyak yang minta diceritakan mengenai isi gambar yang ada di lembaran umbul. Terima kasih sudah didongengin, itu kata mereka saat pamit pulang. Aku senang karena ternyata gambaran ini bisa menjadi cerita, karena masing-masingnya memang punya hubungan, seperti gambar Pak Hari dan Mbak Yanti, gambar goa jepang dan Pak Dasri, gambar Mbah Carik dan jadah tempe. 

Setelah selesai berjualan sampai jam dua belas, aku menuju Joyo karena seorang teman dari Jakarta yang sedang bertugas di Jogja akan datang. Dia adalah Aldo, bekerja di Bank Indonesia tapi punya Papaya Records, dan aktif di sebuah kolektif “Studiorama”.

Kami makan siang dan tur hingga sore. Hujan deras sempat datang, kegiatan tur jadi makin seru.


----